9 Apr 2011

proposal skripsi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan dikodratkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia dalam kehidupannya sehari-hari mengadakan interaksi dengan manusia yang lain, serta menjaga dan berusaha mengadakan hubungan dengan baik pula.
Dalam pergaulannya tersebut perlu adanya penyesuaian diri dengan baik terhadap lingkungan, siswa yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya akan menimbulkan bermacam-macam masalah, baik bagi dirinya maupun terhadap orang lain. Kegagalan dalam penyesuaian diri tersebut merupakan faktor penyebab munculnya siswa yang berperilaku menyimpang yang pada akhirnya akan menimbulkan kesulitan belajar pada siswa yang bersangkutan.
Dalam proses belajar mengajar di sekolah, semua guru mengharapkan agar prestasi didik dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya. Pada kenyataannya banyak prestasi didik menunjukkan gejala yang tidak dapat mencapai hasil belajar yang diharapkan, misalnya menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata, hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan, lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar dan menunjukkan tingkah laku yang kurang wajar.
Menurut Willis, perilaku menyimpang dapat berbentuk seperti gejala-gelaja yang agresif, sering melakukan pelanggaran dalam seks, mudah marah, sering berbuat curang dan bolos, sering mencuri dengan penipuan, sering merusak barang, sering mengkritik yang berlebihan pada orang lain, sering bertengkar, kejam, gemar menyerang dan memerintah temannya, membalas dendam dengan serangan, suka merampas dan mencuri, suka meniru, lari dari rumah, dan menarik perhatian orang lain terlalu berlebihan (1989 : 17). Perilaku menyimpang yang sering nampak pada diri siswa adalah sering bersifat agresif, bandel, mengacau dalam kelas, mencari perhatian.
Dengan demikian adanya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa, di samping akan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat dilingkungan sekitarnya, akan berakibat pula terhadap kesulitan belajar para siswa itu sendiri. Kenyataan ini penulis dapatkan dari survei pendahuluan di lokasi penelitian yaitu di SMA Negeri 1 Bosar Maligas, di sekolah tersebut menunjukkan adanya kecenderungan bahwa kesulitan belajar yang dialami oleh para siswa erat kaitannya dengan perilaku menyimpang. Kenyataan menunjukkan bahwa : Siswa yang perilakunya baik namun mengalami kesulitan dalam belajar, sebaliknya siswa yang menunjukkan indikasi perilaku menyimpang, namun prestasi belajarnya menunjukkan peningkatan.
Hal inilah yang menyebabkan penulis merasa tertarik untuk mengambil judul penelitian tentang “Korelasi Perilaku Menyimpang dengan Kesulitan Belajar Siswa Pada Bidang Studi Ekonomi Kelas X SMAN 1 Bosar Maligas Tahun Ajaran 2011/2012”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana perilaku menyimpang siswa pada bidang study ekonomi kelas X SMA Negeri 1 Bosar Maligas Tahun Ajaran 2011/2012.
Bagaimana kesulitan belajar siswa pada bidang study ekonomi kelas X SMA Negeri 1 Bosar Maligas Tahun Ajaran 2011/2012.
Bagaimana korelasi antara perilaku menyimpang dengan kesulitan belajar siswa pada bidang studi ekonomi kelas X SMA Negeri 1 Bosar Maligas

C. Pembatasan Masalah
Melihat luasnya permasalahan yang muncul dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi masalah yang ada. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah “Perilaku Menyimpang dengan Kesulitan Belajar Siswa bidang study ekonomi Kelas X SMA Negeri 1 Bosar Maligas Tahun Ajaran 2011/2012.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan perilaku menyimpang adalah perbuatan siswa yang melanggar aturan (tata tertib) di Sekolah.



D. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Apakah ada Korelasi antara Perilaku Menyimpang dengan Kesulitan Belajar Siswa Pada Bidang Studi Ekonomi Kelas X SMAN 1 Bosar Maligas Tahun Ajaran 2011/2012?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Apakah ada Korelasi Antara Perilaku Menyimpang dengan Kesulitan Belajar Siswa Pada Bidang Studi Ekonomi Kelas X SMA Negeri 1 Bosar Maligas Tahun Ajaran 2011/2012 .

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diajukan dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan pengetahuan yang luas bagi para ilmuwan tentang korelasi perilaku menyimpang dengan kesulitan belajar.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berharga dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling.
2. Manfaat Praktis
Manfaat Praktis yaitu penelitian ini berguna bagi peneliti sendiri, pemerintah, lembaga pendidikan dan pihak-pihak terkait adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
Berguna sebagai masukan bagi pihak sekolah, khususnya guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan perannya sebagai pembimbing sekolah dalam upaya menangani perilaku menyimpang dan kesulitan belajar siswa.
Memberikan bantuan dalam membina kerjasama antara guru dengan wali murid maupun dengan instansi terkait lainnya.
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai pedoman dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, khususnya sekolah lanjutan tingkat atas.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Kerangka Teori
Perilaku Menyimpang
Pengertian Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang adalah perbuatan seseorang yang melanggar atau bertentangan dari aturan yang ada, apakah itu perbuatan yang merugikan diri sendiri atau orang lain (Arikunto, 1990 : 12), sedangkan Sadli menjelaskan bahwa penyimpangan perilaku adalah perbuatan seseorang yang menyimpang dari aturan-aturan normatif, misalnya: berkelahi, mencuri, sembrono, dan lain sebagainya (1990 : 40).
Dari pendapat di atas maka yang dimaksud dengan perilaku menyimpang adalah perbuatan seseorang yang bertentangan atau melanggar dari aturan-aturan normatif yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan perilaku menyimpang adalah perbuatan siswa yang melanggar aturan (tata tertib) di Sekolah.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menyimpang
Banyak faktor yang menyebabkan prilaku menyimpang, karena diketahui bahwa prilaku menyimpang merupakan masalah yang begitu komplek, sehingga faktor penyebabnya juga kompleks.
Menurut Sujanto faktor perilaku menyimpang dapat dibagi dua yaitu: faktor internal dan faktor eksternal (1990 : 13). Sedangkan Sarwono (1993: 196), menyatakan bahwa”
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan penyimpangan prilaku yakni terdiri dari : a). faktor internal ; sebab yang datang dari diri anak itu sendiri berupa kecerdasannya rendah, frustasi, cacat badan, emosional, bakat dan minat, b). faktor eksternal ; sebab-sebab yang datang dari luar diri anak berupa faktor keluarga, faktor masyarakat, faktor lingkungan sekolah.

Berikut ini akan dijelaskan masing-masing faktor tersebut.
Faktor Internal
Faktor Intelegensi (Kecerdasan)
Intelegensi yang terlalu rendah dapat membuat seseorang tidak dapat berbuat sesuai dengan perkembangannya, dan intelegensi yang tinggi inipun bila tidak disalurkan dengan maksimal, maka akan berakibat pada perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada (Sarwono, 1993 : 197).
Sedangkan Wilis menjelaskan bahwa baik buruknya perilaku anak dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya intelegensi seorang anak, dimana seorang anak yang memiliki intelegensi rendah akan cenderung untuk melakukan perilaku menyimpang begitu pula sebaliknya (1989 : 20).
Dari pendapat tersebut di atas, dijelaskan bahwa intelegensi yang terlalu rendah akan berakibat kurang baik terhadap perkembangan seseorang begitu dengan intelegensi yang tinggi bila tidak disalurkan dengan baik dan benar, maka akan berakibat tidak baik pula terhadap prilaku anak.
Faktor Cacat Badan /Kelainan Tubuh
Dengan adanya kelainan tubuh atau cacat badan pada anak dapat menyebabkan timbulnya prilaku menyimpang, hal ini sesuai dengan Sujanto (1990 : 16) yang menjelaskan bahwa, “ anak yang mengalami kelainan secara pisik, akan menyebabkan seseorang berprilaku menyimpang yakni dengan melakukan tindakan-tindakan pengrusakan untuk mencari perhatian orang lain”.
Sedangkan menurut Simanjuntak (1990:81) menjelaskan bahwa, “Seorang anak yang sehat, kuat dan kekar lebih menunjukkan tingkah laku yang positif, sedangkan anak yang cacat, lemah, kecil lebih cenderung mencari perhatian orang lain sehingga kadangkala melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada”.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang anak yang sehat, kuat dan kekar lebih menunjukkkan tingkah laku positif sedangkan anak yang cacat, lemah, kecil lebih cenderung untuk melakukan penyimpangan tingkah terutama dalam hal mencari perhatian orang lain.

Faktor Frustasi
Menurut Derajat, seorang anak yang suka frustasi jelas akan melakukan tindakan perilaku menyimpang bahkan tidak dapat berpikir secara obyektif (1990 : 170).
Sedangkan Simanjuntak menjelaskan bahwa anak yang suka melakukan tindakan-tindakan perilaku menyimpang biasanya didasari oleh seringnya anak mengalami frustasi (1990 : 11).
Dari pendapat di atas banyak anak mengalami frustasi akan lebih mudah melakukan tindakan-tindakan perilaku menyimpang, karena mereka tidak mampu berpikir secara realistis dan obyektif.
Faktor Emosional
Faktor emosional yang tidak stabil dapat menyebabkan seseorang bertindak di luar aturan, mereka cenderung bertindak menyimpang (Willis, 1989 : 29). Sedangkan Simanjuntak menjelaskan bahwa seorang anak dapat melakukan perilaku menyimpang bila ia dalam keadaan emosional (1990: 12).
Menurut pendapat tersebut di atas, dijelaskan bahwa ketidakstabilan emosi seorang anak akan menyebabkan Ia melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari aturan-aturan yang ada.

Faktor Eksternal
Faktor Keluarga
Keluarga merupakan tumpuan dari anak, keluarga merupakan lingkup pertama dari anak dan dari keluarga pulalah anak menerima pendidikan karenanya keluarga mempunyai peranan yang sangat penting di dalam perkembangan anak. Keluarga yang baik akan memberikan pengaruh yang baik terhadap perkembangan anak. Demikian pula sebaliknya.
Anak yang tidak mendapat perhatian kasih sayang, tidak mendapat perhatian, keluarga yang tidak harmonis, terlalu memanjakan anak-anaknya dapat menyebabkan anaknya melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang (Sujanto, 1990 : 20).
Dari pendapat tersebut, jelaslah bahwa ketidak harmonisan dalam keluarga, anak yang tidak mendapat kasih sayang serta keluarga yang terlalu memanjakan anak, menyebabkan anak melakukan tindakan perilaku menyimpang.
Sehubungan dengan hal ini, Husen (1992 : 11) menjelaskan bahwa: “keluarga adalah bagian dari keperibadian anak sejak saat dilahirkan, pengaruh orang tua sangat dalam sekali, didikan orang tua yang terlalu keras. Terlalu memberikan kebebasan pada anaknya akan mengakibatkan anak cenderung melakukan prilaku menyimpang”.
Menurut pendapat tersebut di atas, dinyatakan bahwa didikan orang tua yang terlalu memberikan kebebasan kepada anak-anaknya akan mengakibatkan seorang anak berperilaku menyimpang begitu pula dengan didikan keluarga yang otoriter. Jadi jelaslah bahwa faktor keluarga ada hubungannya dengan prilaku menyimpang pada diri anak terutama keluarganya yang broken home.
Faktor Lingkungan Sekolah
Sujanto menjelaskan bahwa keadaan sekolah seperti cara penyajian materi pelajaran dan penguasaan metode mengajar yang kurang tepat, serta antara guru dan murid yang mempunyai hubungan yang kurang baik akan menimbulkan gejala kejiwaan bagi siswa akhirnya melahirkan perilaku menyimpang (Sujanto, 1990 : 20).
Sedangkan Simanjuntak menjelaskan bahwa ada beberapa faktor lain di sekolah yang melahirkan perilaku menyimpang yaitu: alat pelajaran yang kurang lengkap, gedung yang kurang baik, dan tidak adanya disiplin atau peraturan sekolah yang mengikat siswa untuk terjerumus ke hal-hal yang bersifat negatif atau menyimpang (1990 : 15).
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa cara penyajian yang kurang tepat serta tidak cukupnya alat-alat pelajaran ditambah dengan aturan sekolah yang ketat hal itu dapat menimbulkan munculnya perilaku menyimpang.
Faktor Lingkungan Masyarakat
Adapun faktor yang paling dominan terhadap prilaku menyimpang adalah pengaruh lingkungan masyarakat, sebab bagaimanapun baiknya lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, tetapi kalau lingkungan masyarakat kurang baik, maka secara langsung akan mempengaruhi tingkah laku anak ke arah yang menyimpang.
Sehubungan dengan hal ini, Husen (1992 : 13) menjelaskan bahwa: “Di dalam lingkungan masyarakat, anak yang bergaul dengan teman-temannya berbagai macam latar belakang, status sosial turut mempengaruhi prilaku menyimpang pada anak”.
Sedangkan Simanjuntak (1990 : 18), menjelaskan bahwa dengan adanya media masa, baik radio, televisi, koran, majalah akan memberikan peluang bagi anak untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran terlebih lagi di lingkungan masyarakat seperti: berjudi, mencuri, atau pun kebiasaan buruk lainya secara langsung ataupun tidak langsung berakibat pada perilaku menyimpang
Dari beberapa pendapat di atas, jelaslah bahwa dengan munculnya penyiaran berita, tulisan di media masa dan media elektronik terutama yang negatif akan berpengaruh negatif terhadap tingkah laku anak. Begitu pula halnya lingkungan masyarakat berjudi, mencuri ataupun kebiasaan-kebiasaan buruk lainya.

Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang
Ada beberapa Factor yang menyebabkan seseorang melakukan penyimpangan prilaku yakni diri sendiri : a). factor internal ; sebab yang datang dari diri anak itu sendiri berupa : kecerdasannya rendah, frustasi, cacat badan, emosional, bakat dan minat, b). factor eksternal ; sebab-sebab yang datang dari luar diri anak berupa factor keluarga, factor masyarakat, factor lingkungan sekolah (Sujanto, 1990 : 21).
Sedangkan Willis (1989: 17), menjelaskan bahwa : prilaku menyimpang dapat berbentuk seperti gejala-gelaja yang agresif, sering melakukan pelanggaran dalam seks, mudah marah, sering berbuat curang dan bolos, sering mencuri dengan penipuan, sering merusak barang, sering mengkritik yang berlebihan pada orang lain, sering bertengkar, kejam, genar menyerang dan memerintah temannya, membalas dendam dengan serangan, suka merampas dan mencuri, suka menipu, lari dari rumah, dan menarik perhatian orang lain terlalu berlebihan.
Dari pendapat tersebut di atas, pada prinsipnya tidak terdapat perbedan melainkan saling melengkapi, sedangkan dalam skripsi ini bentuk-bentuk prilaku menyimpang yang akan diteliti adalah bersikap agresif, bandel, mengacau dalam kelas, mencari perhatian, sering membolos, suka menentang, acuh tak acuh, berdusta, sering menyendiri, tidak mengerjakan tugas, pemuruh, suka mengganggu, cemas dan mudah tersinggung.
Sesuai dengan pembatasan yang ada dalam ruang lingkup penelitian, hanya akan diuraikan beberapa bentuk perilaku menyimpang antara lain:
Bersikap Agresif
Menurut Mappiare, tingkah laku yang agresif antara lain meyebarkan gosip, suka memfitnah. Jika intensitasnya tinggi, maka memungkinkan akan membunuh, suka menyiksa, mencuri dan lain sebagainya (1982 : 173).
Sedangkan Gunarsa menjelaskan bahwa anak yang agresif cenderung untuk mengusai setiap keadaan, ia selalu mau menang sendiri, ia melakukan segala hal untuk memperoleh kepuasan, misalnya memukul, berteriak (1990 : 82).
Menurut Mappiare, penyimpangan prilaku dalam bentuk agresif adalah: suka berdebat, bertengkar dengan teman, suka mengeritik, memaksakan kehendak kepada orang lain, suka marah-marah kepada teman, bertindak kasar, dan berkelahi (1982 : 173).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan sikap agresif adalah sikap individu dalam kehidupan sehari-hari tampak dalam tingkah laku yang kurang wajar, apabila dibiarkan secara terus-menurus, maka intensitasnya akan merugikan diri sendiri dan orang lain.
Bandel
Yusuf (1980 : 75), menyatakan bahwa bandel adalah bentuk ketidak patuhan yang sangat keras kepala, apabila dengan segala daya dan upaya ingin melangsungkan atau melaksanakan kemauan sendiri tanpa memperhitungkan untuk apa hal tersebut dilakukan. Apakah pendapatnya merugikan diri sendiri atau orang lain, hal itu tidak dapat diperhatikannya baginya yang penting semata-mata melangsungkan apa yang telah direncanakannya.
Menurut Purwanto, prilaku dalam bentuk bandel adalah: terlambat pada upacara bendera, terlambat masuk kelas pada pergantian pelajaran, menolak bila diberikan tugas, tidak mengerjakan PR, tidak patuh kepada ketua kelas (1995 : 90).
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sifat bandel sangat merugikan bagi seseorang terutama bagi siswa atau siswi selain lambat laun dapat pula diikuti oleh siswa lainya.

Mengacau dalam Kelas
Hampir semua guru menghadapi kesulitan sewaktu terjadinya proses belajar mengajar di kelas, karena di dalam kelas tersebut ada beberapa diantara siswa yang bersikap mengacau dalam kelas. Hal ini dilakukan berulang-ulang tiap guru terlambat masuk kelas, karena pergantian jam pelajaran atau bahkan ketika pelajaran sedang berlangsung.
Menurut Slameto, penyimpangan prilaku dalam bentuk mengacau dalam kelas adalah: mengganggu teman dalam kelas, pindah-pindah tempat duduk, ribut di kelas, ribut pada saat guru menerangkan (1988 : 83).

Mencari Perhatian
Anak yang ingin diperhatikan oleh orang tuanya, selalu mencari-cari cara untuk mendapatkan perhatian. Perhatian khusus terhadap anak sering terdesak oleh kebutuhan akan waktu untuk menjalankan tugas rutin sehari-hari.
Gunarsa (1990 :31), menjelaskan bahwa :”sebaiknya anak bila berkelakuan baik diberi perhatian dalam bentuk puji-pujian. Kelakuan baik boleh diberikan perhatian khusus. Dengan kelakuan tersebut anak terdorong untuk berkelakuan baik dan tidak perlu menarik perhatian dengan suatu bentuk kenakalan yang dikhayalkan
Sedangkan Baradja (2001 : 65), menjelaskan bahwa penyimpangan prilaku dalam bentuk mencari perhatian adalah: tidak memperhatikan guru sewaktu menerangkan, bertanya yang bukan-bukan kepada guru, berbuat yang bukan-bukan di depan guru, nyeletuk pada waktu guru menerangkan.
Mencari perhatian adalah tingkah laku individu atau siswa yang kurang wajar dan tampak dalam kehidupan sehari-hari, di sekolah, atau di dalam keluarga.

Usaha Untuk Menanggulangi Perilaku Menyimpang
Usaha untuk mengurangi perilaku menyimpang meliputi usaha agar berbagai sebab dan penyebab timbul itu ditiadakan. Usaha tersebut dapat dilakukan oleh keluarga, sekolah maupun masyarakat, usaha tersebut antara lain:
Mengusahakan dan mengatur kematangan dan taraf pertumbuhan, baik moral, emesional maupun intelektualnya.
Berusaha untuk menciptakan pengalaman- pengalaman belajar, kebiasaan belajar yang baik dan positif, bersaha mengurangi timbulnya prestasi komplek dan kecemasan.
Mengembangkan norma–norma agama yang positif, adat positif dalam lingkungan.
Mengatur masyarakat agar tidak saling berlomba, saling pamer kekayaan dan kemewahan.
Sekolah hendak memberi pelayanan pekerjaan maupun belajar sesuai dengan minat, bakat sehingga tercipta perasaan bangga akan karya sendiri.
Tercipta tingkat perkawinan yang bahagia.
Mengembangkan sikap agar punya cita-cita sesuai dengan kemampuan agar gagal diperkecil.
Memberikan contoh dalam berbagai hal,moral dan hidup sosial, tidak memanjakan anak.
Guru hendaknya menghindari sikap pilih kasih (Kusuma, 1987: 70)

Sedangkan Pasaribu (1987: 61), mengatakan bahwa usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi siswa yang berperilaku menyimpang adalah: memberikan bimbingan kepada siswa untuk menumbuhakan rasa malu bahwa yang dilakuakan itu tidak baik dan merugikan masa depan.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, bahwa usaha yang dapat dilakuakan untuk menanggulangi siswa berperilaku menyimpang adalah : mengatur, atau mengusahakan kematangan, dan tarap pertumbuhan siswa baik moral, emesional, maupun intlektual , mengembangkan norma-norma agama yang positif dalam lingkungan sekolah serta memberikan memberikan bimbingn dan penyuluhan kepada para siswa tentang kerugian dari berperilaku menyimpang, memantapkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sehingga siswa terhindar dari berperilaku menyimpang.



2. Konsep- konsep Kesulitan Belajar
2.1. Pengertian Kesulitan Belajar
Menurut Muhibbin Syah (2002: 182) penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah- sekolah kita pada umumnya hanya ditujukan kepada siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau berkemampuan kurang terabaikan. Dengan demikian, siswa-siswi yang berkategori di luar rata-rata itu tidak mendapatkan kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Dari sini kemudian timbillah apa yang dinamakan dengan kesulitan belajar.

Jika seseorang mengalami kesulitan belajar, orang tersebut akan merasa terganggu dan ingin menghilangkan kesulitan yang dialaminya. Dan setiap orang memiliki kesulitan yang berbeda- beda dan mencari pemecahan masalah juga berbeda-beda pula. Setiap individu memang tidak ada yang sama, perbedaan individual itulah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dalam hal apa saja khususnya dalam hal belajar.
Menurut Ahmadi Abu (2004:77) “Dalam keadaan dimana anak didik /siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang dinamakan kesulitan belajar”. Sering pula anak tidak memahami kesulitan atau kekesalan yang dialami di sekolah sebagai suatu yang mencekam dirinya sehingga dia mengalami kesulitan.
Jadi menurut defenisi diatas telah dijelaskan bahwa anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak yang tidak bisa belajar sebagaimana mestinya. Dan ada pula siswa tersebut tidak tahu bahwa dia mengalami kesulitan. Kesulitan belajar tidak selamanya disebabkan oleh factor inteligensi yang rendah akan tetapi dapat juga disebabkan oleh factor non-inteligensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu ,menjamin kesulitan belajar.
Menurut keterangan dan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah kesulitan yang dialami anak didik/siswa dalam belajar yang menyebabkan prestasinya terganggu atau rendah atau suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Kesulitan belajar terbagi atas bermacam-macam, ini sesuai dengan pendapat Ahmadi Abu (2004:78) : “Macam-macam kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu:

Dilihat dari jenis kesulitan belajar.
Ada yang berat,
Ada yang sedang.
Dilihat dari bidang study yang dipelajari.
Ada yang sebagian bidang study,
Ada yang keseluruhan bidang study.
Dilihat dari sifat kesulitannya.
Ada yang sifatnya permanen,
Ada yang sifatnya sementara.
Dilihat dari segi factor penyebabnya.
Ada yang karena factor inteligensi,
Ada yang karena factor non-inteligensi.

2.2. Faktor- Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Faktor- factor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan kedalam dua golongan (internal dan eksternal), yaitu sebagai berikut.
Faktor Internal
Faktor internal adalah factor yang bersumber dari dalam diri manusia itu sendiri.
Sebab yang bersifat fisik:
Karena sakit
Seseorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf sensorik motoriknya lemah. Akibatnya rangsangan yang diterima melalui indranya tidak dapat diteruskan ke otak, yang mengakibatkan ia tertinggal jauh dalam pelajarannya.
Karena kurang sehat
Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab ia mudah capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang, kurang semangat dan pikiran terganggu. Karena hal- hal ini maka penerimaan dan respon pelajaran berkurang, saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal memproses, mengelola dan mengorganisasi bahan pelajaran melalui inderanya. Perintah dari otak yang langsung kepada saraf motorik yang berupa ucapan, tulisan, hasil pemikiran menjadi lemah juga.



Sebab karena cacat tubuh
Cacat tubuh disebabkan atas:
Cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, gangguan psikomotorik.
Cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, hilang tangannya dan kakinya.

Sebab –sebab kesulitan belajar karena kurangnya rohani.
Belajar memerlukan kesiapan rohani, ketenangan yang baik. Apabila dirinci factor rohani itu meliputi:
Intelegensi.
Anak yang IQ-nya tinggi dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapinya. Anak yang normal (90-110) dapat menamatkan SD tepat pada waktunya. Mereka memiliki IQ 110-140 dapat digolongkan cerdas, 140 ke atas tergolong jenius. Golongan ini mempunyai potensi untuk dapat menyelesaikan pendidikan diperguruan tinggi. Jadi semakin tinggi IQ seseorang akan semakin cerdas pula. Mereka yang mempunyai IQ yang kurang dari 90 tergolong lemah mental (mentally defective)
Bakat
Bakat adalah potensi/kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang yang berbakat music mungkin dibidang lainketinggalan. Seseorang yang berbakat di bidang teknik tetapi di bidang olahraga lemah.
Seseorang akan mudah mempelajari yang sesuai dengan bakatnya. Apabila seseorang anak harus mempelajari bahan bahan yang lain dari bakatnya akan cepat bosan, mudah putus asa dan tidak senang. Hal- hal tersebut akan tampak pada anak seperti suka mengganggu kelas, berbuat gaduh, tidak mau belajar sehingga nilainya rendah.
Minat
Tidak adanya minat seseorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan, tidak sesuai dengan dirinya yang menimbulkan problema pada dirinya. Karena itu pelajaran pun tidak pernah terjadi dalam otak, akibatnya timbul kesulitan. Ada tidaknya minat siswa terhadap suatu pelajaran dapat dilihat dari cara anak mengikuti pelajaran, lengkap tidaknya catatan dan perhatian dalam belajar.


Motivasi
Motivasi sebagai factor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan besar kesuksesan belajarnya. Seseorang yang besar motivasi belajarnya akan giat berusaha, tampak gigih, tidak mau menyerah dan giat membaca buku-buku untuk meningkatkan prestasinya. Jika sebaliknya maka hasilnya juga sebaliknya.
Faktor kesehatan mental
Dalam belajar tidak hanya menyangkut segi intelek, tetapi juga menyangkut segi kesehatan mental dan emosional. Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timbale balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan menimbulkan hasil belajar yang baik. Jika kesehatan mental seseorang terganggu hasil belajarnya juga akan terganggu.

2.2.2. Faktor eksternal.
Factor eksternal adalah factor yang berasal dari luar diri individu tersebut.
Factor eksternal meliputi:
Factor keluarga
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama. Tetapi dapat juga sebagai actor penyebab kesulitan belajar. Yang termasuk factor ini antara lain adalah sebagai berikut:
Faktor Orang Tua
Cara mendidik anak
Orang tua yang tidak/kurang memperhatikan pendidikan anak-anaknya, mungkin acuh tak acuh. Tidak memperhatikan kemajuan belajar anak-anaknya, akan menjadi penyebab kesulitan belajarnya.
Orang tua yang bersifat kejam, otoriter, akan menimbulkan mental yang tidak sehat bagi anak. Hal ini berakibat anak tidak dapat tenteram, tidak senang dirumah hingga lupa belajar. Sebenarnya orang tua mengharapkan anaknya berhasil, tetapi dia tidak rela anaknya bersusah payah belajar, menderita, berusaha keras akibatnya anak tidak dapat mendiri selalu tergantung kepada orang tua, hingga malas berusaha hingga akhirnya prestasinya menurun.



Hubungan orang tua dengan anak
Hubungan yang dimaksud adalah kasih saying penuh pengertian, atau kebencian, sikap keras, acuh tak acuh dan memanjakan. Kasih saying dari orang tua akan menimbulkan mental yang sehat bagi anak. Kurangnya kasih sayang akan menimbulkan sikap emosi. Kasih sayang dari orang tua dapat berupa:
Apakah orang tua sering meluangkan waktunya untuk bercerita tentang situasi dan kondisi belajar anaknya.
Apakah orang tua sering memberikan motivasi pada anaknya.
Seorang anak akan mengalami kesulitan/kesukaran belajar karena factor-faktor tersebut.

Bimbingan dari orang tua
Orang tua merupakan orang terdekat dari anak-anaknya. Segala yang diperbuat orang tua tanpa disadari akan ditiru oleh anak-anaknya. Demikian juga dalam belajar anak memerlukan bimbingan dari orang tua agar sikap dewasa dan tanggung jawab belajar tumbuh pada diri anak. Orang tua yang sibuk bekerja/berorganisasi yang mengakibatkan kurangya perhatian pada anak kemungkinan akan banyak mengalami kesulitan belajar.
Suasana rumah/keluarga
Suasana keluarga yang gaduh/rame tidak mungkin anak dapt belajar dengan tenang, kkonsentrasinya akan terganggu sehingga sukar untuk belajar. Untuk itu hendaknya suasana rumah selalu dibuat menyenangkan, tenteram, damai, harmonis, agar anak betah tinggal dirumah. Hal ini akan menguntungkan bagi kemajuan belajar anak.
Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi digolongkan dalam:
Ekonomi yang kurang/miskin
Keadaan ini akan menimbulkan:
Kurangnya alat-alat belajar
Kurangnya biaya yang disediakan oleh orang tua
Tidak mempunyai tempat belajar

Ekonomi yang berlebihan (kaya)
Keadaan ini akan sebaliknya dari keadaan miskin. Dimana ekonomi keluarga berlimpah ruah, sehingga mereka akan segan belajar karena ia terlalu banyak bersenang-senang atau sering dimanjakan sehingga menimbulkan kesulitan belajar dan menghambat kemajuan belajarnya.

2. Factor sekolah
Yang dimaksud sekolah adalah:
Guru
Guru dapat menjadi sebab kesulitan belajar apabila:
Hubungan guru dengan murid kurang baik,
Guru- guru menuntut standart pelajaran diatas kemampuan anak.
Guru kurang pandai dalam menerangkan dan kurang pandai menggunakan metode belajar yang dipegangnya.
Guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha diagnosis kesulitan belajar.
Factor alat
Alat pelajaran yang kurang lengkap dapat menimbulkan kesulitan dalam kegiatan belajar. Tiadanya alat pelajaran guru cenderung menggunakan metode ceramah yang menimbulkan kepasifan bagi anak, sehingga menimbulakan kesulitan dalam mencerna pelajaran yang dipelajari.
Kondisi gedung
Terutama ditunjukkan pada ruang kelas tempat belajar anak. Ruangan harus memenuhi syarat kesehatan seperti:
Ruangan harus berjendela, udara segar dapat masuk ruangan, sinar dapat menerangi ruangan.
Dinding harus bersih, putih, tidak terlihat kotor.
Lantai tidak becek, licin dan kotor.
Keadaan gedung jauh dari keramaian.

Kurikulum
Kurikulum yang kurang baik, misalnya:
Bahan- bahannya terlalu tinggi.
Pembagian bahan tidak seimbang.



Lingkungan social
Yang dimaksud dengan lingkungan social adalah lingkungan dimana individu tersebut berada (masyarakat).
Yang termasuk dalam lingkungan social adalah:
Lingkungan tetangga, yang meliputi corak yang buruk, suka main judi, minum alcohol, tidak suka belajar akan mempengaruhi anak-anak yang bersekolah. Minimal tidak ada motivasi bagi anak untuk belajar, apabila sebaliknya lingkungan yang terdiri dari pelajar, dosen, mahasiswa akan mendorong semangat belajar anak.
Aktivitas dalam masyarakat, meliputi terlalu banyak mengikuti organisasi akan menyebabkan belajar anak menjadi terbengkalai.
Teman bergaul, pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak. Apabila anak bergaul dengan anak yang tidak sekolah, maka ia akan malas belajar sebab cara hidup anak yang bersekolah berlainan dengan anak yang tidak sekolah.

Gejala sebagai pertanda adanya kesulitan belajar
Menurut Ahmadi Abu (2004:94) gejala sebagai pertanda adanya kesulitan belajar:
Menunjukkan prestasi yang rendah/di bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas.
Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar, ia selalu tertinggal dengan teman-temannya dalam segala hal.
Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti, acuh tak acuh, berpura-pura.
Menunjukkan tingkah laku yang berlainan seperti, mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung, cemberut dan sedih.
Menurut pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak-anak yang mengalami kesulitan belajar memiliki cirri-ciri yang sesuai dengan keterangan yang diatas. Anak yang mengalami kesulitan belajar itu biasanya dikenal dengan sebutan prestasi rendah/kurang (under achiever). Timbulnya kesulitan dalam belajar itu berkaitan dengan aspek motivasi, minat, sikap, kebiasaan belajar, pola-pola pendidikan yang diterima dari keluarga.



Kerangka Berpikir
Pada kerangka teoritis telah dijabarkan dan disimpulkan hal-hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini. Pada kerangka konseptual ini penulis menyajikan konsep-konsep dasar yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
Dari judul penelitian yang dilaksanakan oleh penulis, kerangka konseptualnya meliputi perilaku menyimpang menjadi variabel bebas (X) dan kesulitan belajar siswa menjadi variabel terikat (Y).

Variabel X Variabel Y














Gambar 1. bagan hubungan antara variabel yang akan diteliti



Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus dibuktikan kebenarannya. Menurut Surakhmad (1992: 187) hipotesis adalah rumusan gambaran sementara terhadap suatu hal, yang dimaksud sebagai tuntutan sementara dalam penelitian untuk mencari jawaban yang sebenarnya.
Berdasarkan kajian diatas, maka penulis dalam penelitian ini merumuskan hipotesis sebagai berikut: “ada hubungan yang signifikan antara perilaku menyimpang dengan kesulitan belajar siswa pada bidang studi ekonomi kelas X SMA Negeri 1 Bosar Maligas Tahun Ajaran 2011/2012”.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Metode yang di pergunakan dalam sebuah penelitian sangat mempengaruhi penelitian ini sendiri sehingga untuk memperoleh hasil yang baik diperlukan pula metode yang sesuai untuk mendapatkan data yang objektif.
Lokasi Penelitian
Salah satu aspek yang perlu diketahui dalam suatu penelitian adalah lokasi penelitian. Mengenai lokasi penelitian berarti mengetahui secara jelas dan terperinci tentang lokasi dan kondisi yang teliti. Lokasi dalam penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Bosar Maligas, jalan Kapten Kahar Sinaga No. 13 Pasar Baru, Kab. Simalungun, Sumut, Kode Pos 21183.

Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang didalamnya terdapat sejumlah subjek yang dapat dijadikan sumber data yang diharapkan dapat memberikan data-data yang dibutuhkan oleh seorang peneliti sesuai dengan Arikunto (2002: 100) bahwa : “Populasi adalah keseluruhan objek penelitian”.
Berdasarkan kutipan diatas, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas X di SMA Negeri 1 Bosar Maligas Tahun Ajaran 2011/2012 sebanyak 82 orang siswa. Sedangkan yang menjadi obyek penelitian adalah perilaku menyimpang terbatas pada: bersikap agresif, bandel, mengacau dalam kelas, mencari perhatian (seluruh siswa – siswi kelas X sebanyak 82 orang) dan kesulitan belajar terbatas hasil belajar yang dicapai oleh setiap siswa-siswi pada mata pelajaran ekonomi di bawah 7,0.








Tabel 3.1 Keadaan Siswa-siswi yang Menjadi Populasi Kelas X SMA Negeri 1 Bosar Maligas Tahun Pelajaran 2011/2012

NO KELAS JUMLAH
1. X-1 18 orang
2. X-2 22 orang
3. X-3 20 orang
4. X-4 22 orang
Jumlah 82 orang
Sumber : Buku Leger Nilai SMPN 1 Gerung


Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipandang dapat mewakili populasi sebagai subjek penelitian. Menurut Arikunto (2002: 112) bahwa: “Untuk sekedar ancer-ancer apabila subjeknya kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua dan apabila lebih besar maka dapat diambil sekitar 10-15% atau 20-25% atau lebih”
Karena populasi ini kurang dari 100 orang, maka yang diambil sebagai sampel adalah jumlah keseluruhan populasi yaitu 82 orang siswa yang disebut sampel total atau total sampling.

Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
Variabel Penelitian
Variabel adalah aspek-aspek atau karakteristik atau hal-hal yang merupakan bagian dan objek dalam suatu penelitian. Variabel penelitian bertujuan untuk mempermudah pengambilan data yang diperlukan dalam penelitian. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:
Variabel Bebas (Independent Variable) yaitu: Perilaku Menyimpang (X)
Variabel Terikat (Deependent Variabel) yaitu: Kesulitan Belajar (Y)
Gambar 1
Paradigma Korelasi Antar Variabel



Defenisi Operasional
Defenisi operasional dari variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Perilaku Menyimpang
Adalah perbuatan seseorang yang melanggar atau bertentangan dari aturan yang ada, apakah itu perbuatan yang merugikan diri sendiri atau orang lain misalnya bersifat acuh tak acuh, sering membolos, menentang, tidak mengerjakan tugas.
Kesulitan Belajar
Adalah kesulitan yang dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajar, memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan sehingga berakibat pada prestasi belajar rendah atau perubahan tingkah laku yang terjadi tidak sesuai dengan prestasi yang dicari oleh sebagain besar dari teman-temannya sekelasnya.

Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis memperoleh data dan informasi dengan cara turun langsung ke lapangan. Pengambilan data dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
Penyebaran Angket
Dengan penyebaran angket yang berisikan pertanyaan-pertanyaan mengenai pokok masalah yang telah ditentukan sebagai sampel. Sesuai dengan judul penelitian ini, maka aspek-aspek yang terdapat didalamnya adalah aspek perilaku menyimpang terhadap kesulitan belajar siswa. Jumlah dari pertanyaan adalah 40 item dengan perincian:
Pertanyaan untuk perilaku menyimpang sebanyak 20 item
Pertanyaan untuk kesulitan belajar sebanyak 20 item
Setiap pertanyaan dalam angket terdapat 3 option, yaitu:
Angket untuk Perilaku Menyimpang terdiri dari 3 option, yaitu:
Sering
Kadang-kadang
Tidak Pernah
Angket untuk Kesulitan Belajar terdiri dari 3 option, yaitu:
Setuju
Kurang setuju
Tidak setuju
Setiap pertanyaan dalam angket terdapat 3 option dengan bobot nilai sebagai berikut:
Untuk angket tentang prilaku menyimpang:
Jawaban sering diberi skor 3.
Jawaban kadang-kadang diberi skor 2.
Jawaban tidak pernah diberi skor 1.
Untuk skor pertanyaan positif sedangkan untuk pertanyan negatif adalah:
Jawaban sering diberi skor 1.
Jawaban kadang diberi skor 2.
Jawaban tidak pernah diberi skor 3.
Sedangkan angket tentang kesulitan belajar untuk skor pertanyaan positif adalah:
Jawaban sangat setuju diberi skor 3.
Jawaban kurang setuju diberi skor 2.
Jawaban tidak setuju diberi skor 1.
Sedangkan untuk skor pertanyan negatif adalah:
Jawaban sangat setuju diberi skor 1
Jawaban kurang setuju diberi skor 2
Jawaban tidak setuju diberi skor 3

Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1992: 2001)
Sedangkan menurut Netra, pencatatan dokumen (recording document) adalah suatu cara untuk memperoleh data yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan data segala macam dokumen serta mengadakan pencatatan secara sistematis (1974: 98).
Berdasarkan pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan metode dokumentasi adalah cara mencari data mengenai variabel penelitian yang tersimpan dalam berbagai bentuk, yang sewaktu-waktu dapat dicatat dan diperoleh kembali untuk dapat dipergunakan sebagai obyek penelitian.
Metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data tentang:
Struktur Organisasi SMA Negeri 1 Bosar Maligas.
Keadaan Guru, Pegawai, Karyawan, dan siswa SMA Negeri 1 Bosar Maligas.
Keadaan sarana dan prasarana SMA Negeri 1 Bosar Maligas.

Metode Interview (Wawancara)
Arikunto (1992: 126), menjelaskan bahwa wawancara atau koesionel lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancra (interviewer) untuk memperolah informasi dari terwawancara (interviece).
Wawancara berisi tentang persepsi (penilaian) guru terhadap perilaku menyimpang dengan kesulitan belajar siswa pada bidang studi ekonomi Kelas X SMA Negeri 1 Bosar Maligas.

Uji Coba Instrumen
Uji Validitas
Untuk mengetahui validitas instrumen digunakan rumus korelasi Product Moment menurut Arikunto (2006: 274), yaitu:
r_xy= (n(∑▒〖XY)-(∑▒〖X)(∑▒〖Y)〗〗〗)/√({n∑▒〖X^2- (∑▒〖├ 〖X)〗^2 } {n∑▒〖Y^(2 )–(∑▒├ 〖Y)〗^2 } 〗┤ 〗〗┤ )
Keterangan :
r_xy = Koefisien korelasi antara variable X dengan variable Y
n = Jumlah Responden
∑▒X = Jumlah skor distribusi X
∑▒Y = Jumlah skor distribusi Y
∑▒XY = Jumlah perkalian skor Variabel X dan Y
∑▒X^2 = Jumlah kuadrat skor distribusi X
∑▒Y^2 = Jumlah kuadrat skor distribusi Y

Syarat valid :
Jika r_hitung > r_tabel pada taraf signifikan 95% (α = 0,05), maka instrument tersebut dianggap valid. Jika r_hitung < r_tabel , maka instrument dianggap tidak valid. Reliabelitas Angket Untuk menguji reliabilitas dari angket dilakukan dengan menggunakan rumus alpha seperti yang dikemukakan Arikunto (2006: 196), yaitu: r_11= ⟦k/((k-1))⟧ ⟦1-(∑▒σ_b^2 )/(σ_1^2 )⟧ Keterangan : r_11 = Reliabilitas instrument k = Banyaknya butir pertanyaan ∑▒σ_b^2 = Jumlah varians butir σ_t^2 = Varians total Kriteria : Jika r_hitung > r_tabel pada taraf signifikan 95% atau alpha 5% maka angket dianggap reliable.


Teknik Analisis Data
Untuk menguji hasil penelitian yang diharapkan, diperlukan teknik anallisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Uji Korelasi
Untuk menguji korelasi antara variabel X dan variabel Y dilakukan dengan menggunakan rumus Korelasi Product Moment menurut Arikunto (2006: 274) sebagai berikut:
r_xy= (n(∑▒〖XY)-(∑▒〖X)(∑▒〖Y)〗〗〗)/√({n∑▒〖X^2- (∑▒〖├ 〖X)〗^2 } {n∑▒〖Y^(2 )–(∑▒├ 〖Y)〗^2 } 〗┤ 〗〗┤ )

Keterangan :
r_xy = Koefisien korelasi antara variable X dengan variable Y
n = Jumlah Responden
∑▒X = Jumlah skor distribusi X
∑▒Y = Jumlah skor distribusi Y
∑▒XY = Jumlah perkalian skor Variabel X dan Y
∑▒X^2 = Jumlah kuadrat skor distribusi X
∑▒Y^2 = Jumlah kuadrat skor distribusi Y

Untuk mengetahui tingkat korelasi variabel X dan variabel Y digunakan table interpretasi nilai r menurut Arikunto (2006: 276) sebagai berikut:
Table 2
Interpretasi Nilai r
Besarnya Nilai Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,000
Antara 0,600 sampai dengan 0,799
Antara 0,400 sampai dengan 0,599
Antara 0,200 sampai dengan 0,399
Antara 0,000 sampai dengan 0,199 Tinggi
Cukup
Agak Rendah
Rendah
Sangat Rendah (tidak berkorelasi)

Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi antara variabel X dan variabel Y maka digunakan rumus Determinasi sebagai berikut:
D=r^2 x 100%
Uji Hipotesis
Untuk menguji kebenaran hipotesis yang dirumuskan, maka hipotesis akan dibuktikan dengan menguji signifikas dari koefisien korelasi dengan Uji statistic yang diuraikan Sudjana (1996: 380) dengan rumus t sebagai berikut:

t= (r√(n-2))/(1- r^2 )

Keterangan :
t = Statistik
n = Jumlah Sampel
r = Koefisien Korelasi variabel X dan Y
Pengujian hipotesa dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95% dengan uji nyata 0,05 dimana dk = n – 2, dengan kekuatan jika r_hitung > r_tabel maka hipotesis yang menyatakan “ada hubungan yang positif dan signifikan antara perilaku menyimpang dengan kesulitan belajar siswa pada bidang studi ekonomi kelas X SMA Negeri 1 Bosar Maligas Tahun Ajaran 2011/2012” dapat diterima dan sebaliknya jika r_hitung < r_tabel maka hipotesis ditolak.